Salah satu gerakan
modernisasi dunia Islam khususnya di Indonesia adalah Pondok Gontor. Pondok
Modern Darussalam Gontor atau biasa disingkat PMDG, didirikan pada tahun 1926
di Desa Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Gagasan yang melatarbelakangi pembentukan
Pondok Modern adalah kesadaran bahwa perlu dilakukan modernisasi sistem dan
kelembagaan pendidikan Islam; tidak mengadopsi sistem dan kelembagaan
pendidikan modern ala Belanda, melainkan dengan modernisasi sistem dan
kelembagaan Islam indigenous yaitu ‘pesantren’.
Pendirian Pondok
Modern Gontor terinspirasi dari gagasan modern Sumatra Thwalib dan ‘Normal
Islam School’ di Sumatra Barat. Hal itu tak lain karena Imam Zarkasyi, salah
satu pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, pernah menyelesaikan studinya
disana. Namun, ada perubahan besar yang terjadi di Gontor yaitu penerapan
sistem pengajaran modern ‘al-Tariqah al-Haditsah’.
Perlu digarisbawahi
bahwa apa yang ilakukan Imam Zarkasyi bukanlah sepenuhnya menfotokopi ide dan
konsep Normal Islam dan Sumatra Thawalib. Pengaruh gurunya, Al-Hasyimi –
seorang ulama, tokoh politik dan sastrawan dari Tunisia yang diasingkan oleh
pemerintah Prancis di wilayah penjajahan Belanda – ketika ia belajar di Madrasah
Arabiyah Islamiyah di Solo, ikut berperan mendesain perubahan pesantren yang
sebelumnya dikelola oleh sang kakek, Ahmad Sahal dan Zainudin Fnnanie, seingga
barangkali bisa tampak perbedaan mendasarnya. Perbedaanya juga seperti apa yang
dikemukakan oleh Lance Castles bahwa Gontor sngat mengecam keras sistem sekolah
umum yang berasal dari kolonial, yang mana peserta didik terlalu banyak
diarahkan bila tidak mau dikatakan tujuan utamanya pada pencetakan pegawai
tanpa menanamkan cinta belajar. Perbeaan lainya, meminjam ungkapan mantan
Mentri Agama, Mukti Ali (almarhum), jika al-Zarnuji lebih banyak menekankan
kepada ilmu agama, maka Zarkasyi menekankan kepada ilmu umum dan ilmu agama.
Pembaharuan di Pondok
Modern Darussalam Gontor mencakup beberapa aspek pendidikan. Dalam artikel ini
penulis mencoba memaparkan tiga aspek modernisasiadalah: (1) pembaharuan dalam
aspek kelembagaan, manajemen, dan organisasi pesantren, (2) pembaharuan dalam
bidang kurikulum, (3) pembaharuan metode dan sistem pendidikan.
Pembaharuan Aspek Kelembagaan,
Management dan Organisasi Pesantren
Pembaharuan aspek
kelembagaan di Gontor dimulai dengan pewakafan Pondok Modern Darussalam Gontor
kepada lembaga yang disebut Badan Wakaf Pondok Modern Gontor. Ikrar pewakafan
ini telah dinyatakan di muka umum oleh ketiga pendiri pondok tersebut. Dengan
ditandatanganinya peagam penyerahan wakaf itu, maka Pondok Modern Darussalam
Gontor tidak lagi menjadi milik pribadi atau perseorangan sebagaimana umumnya
dijumpai di lembaga tradisional. Dengan cara demikian, secara kelembagaan
Pondok Modern Gontor menjadi milik ummat Islam, dan semua ummat Islam
bertanggung jawab atas segala urusan-urusanya.
Lembaga badan wakaf
ini selanjutnya menjadi badan tertinggi di Pondok Modern Darussalam Gontor.
Badan inilah yang bertanggung jawab mengangkat kyai untuk masa jabatan lima
tahun kedepan. Dengan demikian, kyai bertindak sebagai mandataris (yang diberi
mandat) dan bertanggung jawab kepada badan wakaf. Untuk itu, Badan Wakaf
memiliki lima program yang berkenaan dengan bidang pendidikan dan pengajaran,
peralatan dan pergedungan, pewakafan dan sumber dana, kaderisasi serta bisang
kesejahteraan yang semuanya dirangkum dalam program Panca Jangka
Pondok Modern Darussalam Gontor.
Dengan struktur
kepengurusan yang demikian, maka kyai dan keluarga tidak punya hak material
apapun dari Pondok Gontor. Kyai dan guru-guru juga tiak mengurusi uang dari
para santri, sehingga mereka tidak pernah membedakan antara santri yang kaya
dan yang berkecukupan. Urusan keuangan menjadi tanggung jawab petugas kantor
tata usaha yang terdiri dari beberapa santri senior dan guru yang secara
periodik bisa diganti. Dengan demikian, pengaturan jalanya organisasi
pendidikan menjadi inamis, terbuka dan obyektif.
Pembaharuan bidang Kurikulum di Gontor
Bidang kurikulum ikut
diperbaharui i Pondok Modern Darussalam Gontor. Materi yang diajarkan di Gontor
merepresentasikan kurikulum yang ada. Kurikulum tersebut / Kurikulum Gontor
merupakan perpauan antara ilmu agama (reveale knowledge) dan ilmu kauniyah
(acquired knowlege).
Jadi, di Gontor telah
terjadi integrasi ilmu pengetahuan. Dengan istilah lain, tidak ada dualisme
keilmuan dalam penidikan pesantren. Selain itu, adapula mata pelajaran yang
amat ditekankan dan harus menjadi karakteristik lembaga pendidikan ini, yaitu
pelajaran bahasa Arab dan bahasa Inggris. Pelajaran bahasa Arab lebih
ditekankan pada penguasaan kosa kata, sehingga para santri kelas satu sudah
diajarkan mengarang dalam bahasa Arab dengan perbendaharaan kosa kata yang
dimilikinya. Pelajaran ilmu alat, yaitu Nahwu dan Sharaf
diberikan kepada santri saat uduk di kelas dua, yaitu ketika mereka sudah
lancar berbicara dan memahami struktur kalimat. Sedangkan pelajaran Balaghah
dan Adab al-Lughah baru diajarkan pada saat santri duduk di kelas
empat keatas. Demikian halnya dengan bahasa Inggris, Grammar baru diajarkan
ketika santri duduk di kelas tiga, sedangkan materi bahasanya suah diajarkan
sejak kelas satu.
Khusus pengajaran
bahasa Arab diajarkan engan metode langsung (tariqah mubasyirah/ direct
metod) yang diarahkan kepada penguasaan bahasa secara aktif dengan cara
memperbanyak latihan (tamrin/ exercixe), baik lisan maupun tulisan.
Dengan demikian, tekanan lebih banyak diarahkan pada pembinaan kemampuan anak
untuk menfungsikan kalimat secara sempurna, dan bukan paa alat atau tata bahasa
tanpa mampu berbahasa. Dalam pengajaran pelajaran bahasa ini, Gontor menerapkan
semboyan ‘al-kalimat al-waahiah fi alfi jumlatin khairun min alfi kalimah fi
jumlatin waahiah. Artinya: kemampuan menfungsikan satu kata alam seribu susunan
kalimat lebih baik daripada penguasaan seribu kata secara hafalan dalam satu
kalimat saja.
Untuk mendukung
terciptanya moralitas dan kepribadian, kepada para santri diberikan juga
pendidikan kemasyarakatan dan sosial yang bisa mereka gunakan untuk melangsungkan
kehidupan sosial ekonominya. Untuk ini kepada para siswa diberikan latihan
praktis dalam mengamati dan melakukan sesuatu, untuk memberikan gambaran
realistik kepada siswa tentang kehidupan dalam masyarakat. Para siswa dilatih
untuk mengembangkan cinta kasih yang mendahulukan kesejahteraan bersama
daripada kesejahteraan pribadi, kesadaran pengorbanan yang diabdikan demi
kesejahteraan masyarakat, khususnya ummat Islam.
Sejalan dengan itu,
maka Pondok Modern Darussalam Gontor diajarkan pelajaran tentang etiket atau
tatakrama yang berupa kesopanan lahir dan kesopanan batin. Kesopanan batin yang
menyangkut akhlak dan jiwa, sedangkan kesopanan lahir termasuk gerak-gerik,
tingkah laku, bahkan pakaian yang dikenakan. Khusus yang menopang kelangsungan
hidup para santri dalam bidang ekonomi, diberikan pula pelajaran ketrampilan
hidup (Life Skills) seperti menyablon, mengetik, kerajinan tangan,
pidato/ ceramah, bergaul dengan teman dan masyarakat serta bermuamalah dengan
Allah.
Pembaharuan Metode dan Sistem
Pendidikan Pondok Gontor
Termasuk pembaharuan
metode dan sistem yang dilaksanakan Pondok Modern Darussalam Gontor yaitu
mengatur sistem pendidikan klasikal yang terpimpin secara terorganisir dalam
bentuk kepanjangan kelas dalam jangka waktu yang ditetapkan. Sistem klasikal
ini sebagaimana dilaksanakan di sekolah-sekolah umum milik pemerintah. Hal ini
ditempuh dalam rangka menerapkan efisiensi dalam pengajaran, dengan harapan
bahwa dengan biaya dan waktu yang relatif sedikit dapat menghasilkan produk yang
besar dan bermutu. Di Gontor juga diperkenalkan kegiatan ekstrakurikuler, yaitu
kegiatan lain diluar jam pelajaran, seperti: olahraga, kesenian, ketrampilan,
latihan pidato dalam tiga bahasa (Arab, Inggris, Indonesia), pramuka dan
organisasi pelajar. Semua kegiatan ini dijadikan sebagai kegiatan
ekstrakurikuler dalam wadah sistem pesantren yang dijalankan oleh santri
sendiri (student goverment). Dalam mengerjakan semua aktifitas itu,
santri diharuskan tetap tinggal di pondok pesantren (boarding school),
yang diatur dengan disiplin ketat. Disiplin yang diproses menjadi bagian dari
kualitas kesadaran, pikiran dan naluri atau dhamir, yang dijadikan pedoman
santri untuk membangun kehidupan sosialnya didalam pesantren.
Sistem asrama ini
mendukung terciptanya keterpaduan tri-pusat pendidikan, yaitu: pendidikan
sekolah (formal), pendidikan keluarga (informal) dan pendidikan masyarakat
(non-formal). Ketiga unsur tersebut dapat dipadukan sebagaimana digambarkan
berikut. Keluarga mereka adalah para pengasuh, guru dan sesama santri. Sekolah
mereka adalah masuk kelas yang berada di lingkungan kampus dan dikelola
pesantren, masyarakat adalah masyarakat santri. Sistem asrama ini sangat
mendukung penerapan kurikulum selama 24 jam.
Dengan
pembaharuan-pembaharuan diatas, Gontor telah memainkan peranan yang sangat
vital dalam mempersiapkan masyarakat madani melalui modernisasi sistem
pendidikan pesantren.
Disadur dari buku:
Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi,
M.A, Rajawali Pers, Jakarta: 2005
0 komentar:
Posting Komentar